Perlakuan PPh 23 atas Jasa Freight Forwarding (1)

Pasal 1 huruf c UU no.36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang disahkan tgl 23 September 2008 mewajibkan setiap perusahaan sebagai wajib pajak untuk melakukan pemotongan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto atas:

  1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
  2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Menindak lanjuti ketentuan perundang-undangan diatas maka dikeluarkanlah PMK 244 tahun 2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf C angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Melalui PMK tersebut jasa freight forwarding (Contohnya: Panalpina, Schenker,DHL Forwarder, DSV, SDV, C&P Logistic, dll) bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.

Akan tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh 23, jika dalam tagihan freight forwarding terdapat unsur sewa harta dan atau jasa-jasa lain yang menjadi Objek PPh Pasal 23, maka tagihan freight forwarding dapat dipotong PPh 23.

Hal ini agar dipahami oleh seluruh procurement/logistic dalam berhubungan dengan para vendor Jasa Forwarder, karena menurut ketentuan peraturan pajak perusahaan yang menerima jasa lah yang wajib memotong PPh Pasal 23. Hal tersebut perlu dilakukan agar penerima jasa terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan pada saat terjadi pemeriksaan pajak.

Dalam konteks ini, pihak-pihak yang berhubungan dengan jasa forwarder harus memahami apa saja jenis jasa atau services yang disediakan oleh perusahaan freight forwarder dan bagaimana cara penulisan pada kuitansi penagihan (invoicing) yang dilakukan. Karena bisa saja jasa-jasa yang tertulis di invoice tersebut merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.

Secara garis besar, kegiatan operasional freight forwarding mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, fumigasi (penyemprotan anti hama sebelum barang dimuat dalam kontainer), sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, dan penimbangan, penyimpanan. Selain itu, freight forwarder juga bertugas melakukan pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi, serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang tersebut.

Dalam praktik di lapangan, sebagian dari kegiatan-kegiatan operasional tersebut dilakukan sendiri oleh perusahaan freight forwarder (dengan menggunakan sarana dan prasarana milik sendiri atau sewaan) namun ada pula yang menggunakan jasa-jasa dari pihak ketiga yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan memadai.

Untuk itu, apabila tagihan (invoice) atas imbalan kegiatan operasional tersebut dilakukan secara menyatu (misalnya dengan menuliskan imbalan jasa forwarder’s fee atau handling fee), maka seluruh imbalan atas jasa-jasa operasional tersebut semestinya tidak dipotong PPh Pasal 23.

Akan tetapi, jika tagihannya dilakukan secara terpisah (di-breakdown), dan ini yang biasanya terjadi, maka sebagian dari tagihan tersebut dapat menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 secara pasti, seperti jasa pengepakan atau jasa fumigasi (jasa pembasmian hama terhadap barang-barang yang akan dimasukan ke kontainer) yang ditagih secara terpisah, maka imbalan jasa tersebut akan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.

Dalam praktik, memang tidak banyak perusahaan freight forwarding yang menyediakan sendiri semua jasa-jasa yang diperlukan dalam proses pengiriman barang. Oleh karena semua kegiatan tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit dan beberapa di antaranya membutuhkan izin usaha dan sertifikasi yang khusus seperti misalnya jasa fumigasi, jasa survey/inspeksi. Artinya, dalam hal ini perusahaan freight forwarding biasanya akan memanfaatkan pihak ketiga penyedia jasa.

Bagi penerima jasa agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan, sebaiknya apabila terdapat obyek PPh Pasal 23 dalam tagihan jasa forwarding tersebut, maka pembayaran kepada vendor tersebut dipotong PPh 23. Namun jika Forwarder tersebut menolak untuk dipotong PPh 23 oleh karena mereka merasa jasa yang diberikan merupakan Jasa Freight Forwarding, maka diharuskan mereka untuk menuliskannya pada kuitansi atau Invoice (tidak di breakdown) per transaksi.

Jika keseluruhan pendekatan tidak dapat dilakukan diharapkan wajib pajak untuk mencari jasa freight forwarder yang bersedia untuk mengikuti ketentuan perpajakan di Indonesia.

Written by : Arthur Mario

9 tanggapan untuk “Perlakuan PPh 23 atas Jasa Freight Forwarding (1)”

  1. Hai, terima kasih. Pencerahan baru untuk perlakuan thd tagihan freight forwarding.

    1. Halo Ibu Ina,

      Terima kasih untuk responnya. Semoga dikemudian bisa memberikan pencerahan yang lain nih.

      Anyway ibu ada blog nya juga ya, wah bisa saling tukar informasi ya.

      Thanks ya.
      Rgds,
      Arthur Mario

  2. masih bingung. maksud “jasa-jasa lain” itu gimana?

    1. Dear Nopan,

      Pengertian Jasa-jasa lain yang terkait dengan pemotongan PPh 23 dapat di lihat pada PMK No. 244/PMK.03/2008
      Jasa Lain tersebut cukup banyak (tidak bisa disebutkan disini).

      Atas pemotongah Jasa Lain seperti yang dimaksud oleh PMK diatas dipotong tarif 2% dari Jumlah Bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

      Salam,
      Arthur

  3. Kalau di invoice forwarder ada jasa custom dan trucking termasuk objek pph 23 bukan? kalau iya berapa % tariffnya.

  4. Maaf pak Arthur, perusahaan saya memakai jasa freigh forwarding, di invoice tertulis keterangan breakdown biayanya seperti : Document, Clearence, Jalur Merah, Handling, Transport. Diantara breakdown biaya itu, tertulis di invoice bahwa Pot. PPh 23 atas handling dan transport sebesar XXX.XXX,- Nah yang jadi pertanyaan saya, apakah benar hanya transport dan handling yang di pot. PPh 23 atau bisa semuanya. Terima kasih atas respon baiknya

    1. Halo Pak Deny,
      Jika kita mengacu kepada ketentuan PMK 141/PMK.03/2015 mengenai Jenis Jasa Lain yang dimaksud dalam Pasal 23, ada spesifik disana disebutkan bahwa salah satunya adalah
      – Jasa Freight Forwarding
      – Jasa Logistik
      – Jasa Pengurusan Dokumen
      – Jasa Pengepakan
      – Jasa Loading dan unloading

      yang mana biasanya jasa-jasa tersebut diatas merupakan bagian dari proses pengiriman barang export/import.
      Sehingga seharusnya atas invoice yang ditagihkan kepada perusahaan pak Deny seharusnya di potong PPh 23.

      Umumnya perusahaan yang bergerak dibidang Jasa Freight Forwarding memahami hal ini bahwa atas invoice yang ditagihakan kepada customer akan dipotong PPh 23.
      Jika perusahaan bapak merupakan Wajib Pajak badan saran saya sebaiknya tetap memotong PPh 23 atas invoice yang ditagihkan,oleh karena kewajiba memotong ada pada perusahaan tempat pak deny bekerja.

      Semoga dapat membantu.

      Salam,
      Arthur Mario

  5. Untuk invoice apakah ppn jasa forwarding untuk semua breakdown biaya yang tertulis di invoice dikenakan tarif 1% atau 10% ? Saya menanyakan ke perusahaan jasa forwarding kalau invoice yg tercantum biaya2 dan salah satunya ada biaya tranport maka invoice tsb dikenakan tarif PPN 1 %, dan jika tidak ada biaya transportnya maka dikenakan tarif 10%.
    Saya merasa aneh, kenapa hanya karena diinvoice terdapat biaya transport, semua biaya lainnya jadi dikenakan tarif 10%. Thanks Rgrs

    1. Halo Pak Deny.
      Jumpa lagi pak semoga bisa terus membantu.

      Mengenai PPN Jasa Freigh Forwarding, memang ada ketentuan perpajakan yang mengatur tentang nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (DPP), bapak bisa lihat pada PMK 121/PMK.03/2015.
      Lalu bagaimana mengetahui bahwa atas invoice tersebut dikenakan mengenakan nilai lain atau harga penjualan di Invoice.
      Pada ketentuan diatas dijelaskan bahwa untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

      Jadi bapak bisa cek pada invoice tersebut apakah ada biaya Freight Charges (biasanya dari maskapai airline atau kapal laut), jika ada maka atas total invoice tersebut dikalikan 10% terlebih dahulu baru dikenakan PPN 10% atau istilah orang pada umumnya PPN 1%.
      Pada pengalaman saya menangani klien Perusahaan Freight Forwarding, biasanya invoice terbagi atas 1 atau lebih yang mana salah satunya ada tagihan Freight Charges. Sehingga menurut saya tagihan invoice ke-2 (tambahan seperti admin fee, handling dsb nya) harusnya tidak menggunakan nilai lain untuk DPP tapi harga jual/invoice.

      Jika perusahaan pak deny adalah PKP , Faktur Pajak Masukan yang bapak terima dari perusahaan freight forwarding yang menggunakan nilai lain tersebut tidak dapat dikreditkan.
      Demikian yang bisa saya share kan.

      Salam,
      Arthur Mario

Tinggalkan Balasan ke deny Batalkan balasan